Krisna:
“Sebelum kau mengambil senjatamu, bermeditasilah melalui pertanyaan-pertanyaanku ini.
Jika aku memberitahumu bahwa Asvatama yang mati, bukanlah Asvatama putramu, tetapi seekor gajah. Apakah hidupmu akan terasa kembali menyenangkan? Apakah hatimu akan jadi penyayang lagi?”
Drona:
“Kau berbicara kebenaran basudewa? Anakku sebenarnya masih hidup?”
Krisna:
“Jika putramu tidak mati hari ini, dia pasti akan mati besok. Tidak ada yang abadi di dunia ini Guru Drona. Tapi pertanyaanku sebenarnya adalah: di kehidupanmu yang menyenangkan dan menderita, harapan dan kekecewaan, pengetahuan dan ketidak tahuan dan yang lainnya terikat semata-mata untuk putramu saja. Apakah hidupmu tidak memiliki tujuan yang lain? Apakah semua kekuatan dan pengetahuanmu semata-mata hanya demi putramu saja?”
Drona:
“Tentu saja, ia datang ke dunia ini karena aku. Dia yang memberikanku kesenangan, kehormatan, dan perhatian. Tidak ada seorangpun yang lebih penting dari dia. Tidak ada! Bukankah semua ayah sangat mencintai anaknya?”
Krisna:
“Kalau begitu pikirkan ini Guru Drona: kau memiliki cinta yang tak terbatas pada putramu. Apa sebenarnya yang telah kau berikan padanya?”
Drona:
“Ku berikan kebahagian, kekayaan, dan sebuah kerajaan!”
Krisna:
“Lalu nilai yang benar? Kau memberinya pengetahuan? Apakah kau mengajarinya tentang kebenaran Guru? Apakah kau memberikan sesuatu yang akan menghilangkan ketergantungannya pada perlindunganmu?
Aku setuju bahwa tidak semua orang bisa jadi ksatria tangguh seperti Arjuna dan Raja Anga Karna. Tapi setidaknya untuk putramu itu, bisa kau ajarkan untuk membuat keputusan yang benar. Seandainya saja itu sudah kau berikan, putramu itu tidak akan memusuhi kebenaran hari ini. Dan bahkan kau pun tidak harus berperang dengan memihak pada ketidakbenaran!”
Drona:
“Aku ingin memberikan anakku Aswatama, semua kebahagiaan di dunia ini Bhasudeva. Aku sudah memberikan segalanya pada anakku dan memberikan cinta yang tidak terbatas.”
Krisna:
“Cinta membimbing orang menuju kesuksesan. Cinta akan mengajarinya tentang yang pantas dan tidak pantas Guru. Cinta itu tidak akan terikat dengan ketidakbenaran, dan putramu itu tidak akan menjadi tawanannya. Kebenaran (:sebenarnya) itu bukan cinta, yang kau berikan adalah cinta buta. Ada perbedaan antara cinta dan cinta buta. Apa pernah kau memikirkannya?”
Drona:
“Cinta buta lahir dari cinta Bhasudeva”
Krisna:
“Tidak. Kebenarannya adalah: dimana ada cinta, disana tidak ada cinta buta.
Cinta lahir dari kasih sayang, sedangkan cinta buta lahir dari kesombongan. Cinta mengatakan bahwa anak akan mendapatkan semua kebahagiaan dunia dari Yang Maha Kuasa. Sedangkan cinta buta mengatakan bahwa orang tualah yang akan memberikan semua kebahagiaan kepada anaknya.
Cinta mengatakan bahwa dia akan bangga kepada anaknya, sedangkan cinta buta mengatakan bahwa anaknya akan bangga kepada orang tuanya.
Cinta memberikan kebebasan Guru Drona, sedangkan cinta buta mengikat seseorang.
Cinta adalah kebenaran Guru, sedangkan cinta buta adalah ketidakbenaran.
Ketika melihat anakmu meminum tepung beras dicampur dengan air kaupun menjadi sangat kecewa. Pada saat itu kau telah mengajarkan pada anakmu untuk puas dengan campuran tepung beras saja, dan bukannya kecewa karena kau sendiri belum mengajarinya berjuang untuk mendapatkan sesuatu. Lalu apakah keadaanmu sendiri saat ini tidak akan berbeda?
Dalam usahamu untuk mencerahkan masa depan anakmu, kau lupa untuk memperindah karakternya sendiri. Karena cinta butamu itu. Kebenaran di dalam hidupnya pun telah benar-benar hancur! Keserakahan, ketakutan, dan ketamakan adalah hal-hal yang kau ajarkan pada anakmu.
Kebenarannya adalah: karena disebabkan cinta butamu ini kau tidak pernah menjadi Guru yang sebenarnya. Kau mengajarkannya hanya sebagai seorang Pengajar.”
Drona:
“Kenapa kau berbicara seperti itu Bhasudeva? Semua hidupku, aku telah berusaha untuk membuat semua muridku untuk jadi hebat. Dengan tidak mengharapkan apapun selain pengabdian yang sempurna.”
Krisna:
“Seorang Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sebagai amal. Dia tidak pernah memperdagangkan pengetahuan! Itulah sebabnya seorang Guru hanya mengharapkan pemberian kecil dari murid-muridnya. Dia tidak mematok nilai apapun. Tetapi kau mematok sebuah nilai untuk pengetahuanmu yang tidak ternilai!
Untuk menukar pengetahuanmu dengan meminta muridmu untuk membalas dendam. Bukan hanya kau telah meracuni hidupmu sendiri, tetapi juga termasuk meracuni kehidupan murid-muridmu. Dan semua ini terjadi karena cinta buta dan arogansimu. Kau bukanlah seorang Guru Dronacarya! Orang yang menempatkan arogan di pikirannya, dan cinta buta, dan ketamakan yang ada dalam hatinya, tidak akan pernah sama sekali mampu untuk berbuat kebenaran!
Itulah mengapa anak seorang Maharesi Baratwaja, sama seperti orang yang tenggelam dalam banjir lalu berpegang pada sebuah pohon untuk melindungi dirinya sendiri. Maka akan seperti itulah akhir dari kehidupanmu harus berpegang pada kebenaran. Hari ini adlah waktunya, untukmu untuk membuat keputusan yang benar. Biarkan cinta butamu pergi!
Aku bisa saja mengambil hidupmu saat ini juga. Tapi ini adalah keinginanku untuk melihatmu membuat keputusan yang benar dalam hidupmu sendiri.”
Sumber: Percakapan Krishna dan Guru Drona di medan perang Kurusetra, saat Guru Drona mengamuk mendengar kabar kematian putra kesayangannya Asvatama.
Cinta mengatakan bahwa anak akan mendapatkan semua kebahagiaan dunia dari Yang Maha Kuasa. Sedangkan cinta buta mengatakan bahwa orang tualah yang akan memberikan semua kebahagiaan kepada anaknya.
Cinta mengatakan bahwa dia akan bangga kepada anaknya, sedangkan cinta buta mengatakan bahwa anaknya akan bangga kepada orang tuanya.
Cinta memberikan kebebasan Guru Drona, sedangkan cinta buta mengikat seseorang.
Cinta adalah kebenaran Guru, sedangkan cinta buta adalah ketidakbenaran.
Seorang Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sebagai amal. Dia tidak pernah memperdagangkan pengetahuan! Itulah sebabnya seorang Guru hanya mengharapkan pemberian kecil dari murid-muridnya. Dia tidak mematok nilai apapun. Tetapi kau mematok sebuah nilai untuk pengetahuanmu yang tidak ternilai!